Membangun Literasi Digital bagi Pekerja Sektor Pendidikan Informal di Malaysia
Keberadaan dokumen atau arsip menjadi nafas bagi eksistensi manusia sebagai bagian dari sebuah keanggotaan, yaitu warga negara. Bisa dibayangkan jika kita tidak memiliki dokumen sebagai bukti warga negara, anggota keluarga, atau dokumen pengakuan sebuah peristiwa.
Apakah kita
mendapat pengakuan? Apakah kita dapat mendapatkan hak? Apakah kita dapat bebas
beraktivitas? Banyak kasus menunjukkan meskipun kita memiliki dokumen resmi
namun jika kedaluwarsa, kita akan mendapat masalah. Cukup merepotkan bukan jika
tidak ada dokumen?
Di era digital saat ini, berbagai
sektor mengalami transformasi yang signifikan, termasuk sektor informal.
Pekerja sektor informal di Malaysia, khususnya yang berasal dari Indonesia,
berada pada posisi yang unik namun penuh tantangan. Meskipun banyak yang
mencari kesempatan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, mereka sering
kali terjebak dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
Salah satu solusi yang bisa membantu
mereka adalah literasi administrasi dokumen digital. Literasi ini tidak hanya
mencakup pemahaman tentang bagaimana menggunakan teknologi, tetapi juga
bagaimana mengelola dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan pekerjaan
mereka
Sebagai pekerja
migran, tentunya dokumen kependudukan dan surat ijin menjadi modal utama bagi
mereka. Mengingat keberadaan mereka jauh dari tanah air, penyimpanan dokumen
menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan. Jika dibawa secara fisik, maka
rawan untuk rusak atau lupa dalam penyimpanan, bahkan hilang. Lantas langkah
apa yang harus dipahami oleh saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri?
Menyoroti fenomena
tersebut, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Negeri Surabaya
(Unesa), Meylia Elizabeth Ranu, Triesninda Pahlevi Febrika Yogie Hermanto, dan
Jaka Nugraha memberikan program edukasi dan pelatihan bagi pekerja migran
sektor pendidikan informal untuk memanfaatkan platform digital, menggunakan
media Google Drive.
Meskipun penting, tidak dapat
dipungkiri bahwa terdapat banyak tantangan yang dihadapi oleh pekerja sektor
informal Indonesia di Malaysia dalam mengakses literasi administrasi dokumen
digital. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya akses terhadap
pelatihan dan pendidikan yang relevan.
Alasan Tim PKM menyasar pekerja sektor migran di sektor pendidikan informal, karena melalui mereka kesadaran untuk mendokumentasikan arsip keluarga dapat dengan baik ditularkan ke peserta didiknya yang sebagian besar berasal dari warga negara Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan resmi.
Selain kesadaran dalam mengurus dokumen, masalah penyimpanan juga menjadi kendala utama. Menyimpan dokumen atau arsip saat ini tidak lagi memerlukan laci-laci lemari arsip. Tersedia fasilitas penyimpanan digital yang lebih praktis dan mudah diaplikasikan. Namun kemudahan dan manfaat yang dihasilkan, belum dimanfaat dengan baik karena kurangnya sosialisasi.
Harus dimulai dari mana proses penyimpanan arsip secara digital?
1. Membuat folder
“Tidak ada tempat teraman di dunia
untuk menyimpan dokumen. Ancaman ngengat, rayap menghantui penyimpanan dokumen
secara fisik. Penyimpanan digital pun juga memiliki kerentanan untuk diretas.
Oleh karena itu kita perlu memiliki pengetahuan tentang fasilitas penyimpanan
digital yang aman” ungkap Meylia sebagai ketua Tim PKM. Fasilitas bisa dilakukan di ponsel kita. Hal
ini dapat memfasilitasi peningkatan mobilitas manusia yang berimbas pada
produksi dokumen sebagai bukti aktivitas.
Pemanfaatan google drive dapat menjadi solusi sebagai tempat menyimpan arsip. Tempat penyimpanan arsip saat ini tersedia berbagai pilihan, namun yang paling sering dimanfaatkan adalah google drive. Pembuatan folder dalam google drive disesuaikan dengan klasifikasi jenis dokumentasi yang akan disimpan. Hal ini akan memudahkan proses pencarian kembali arsip yang dibutuhkan.
2. Tepat Menyortir
Proses penyortiran merupakan proses yang penting, karena tidak semua arsip atau dokumen yang kita simpan merupakan dokumen penting atau vital. Dengan demikian kita akan lebih mudah dalam melakukan pencarian karena dokumen tidak bercampur dengan dokumen yang tidak penting.
3. Lanjut Memindai
Tahapan selanjutnya adalah proses pemindaian. Proses ini dapat dilakukan menggunakan kamera ponsel. Kemudian foto dokumen diubah penamaan sesuai nama dokumen. Sekali lagi, hal ini bertujuan untuk memudahkan pencarian kembali.
Dokumen
penulis: para pekerja migram sedang praktik alih media arsip
4. Siap Simpan
Langkah akhir dalam proses alih media
arsip adalah penyimpanan. File foto atau dokumen yang telah diubah penamaanya
disimpan sesuai dengan folder yang telah disiapkan. Nah, tidak sulit bukan alih
media dokumen atau arsip. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
arsip digital pada dokumen keluarga dengan dimotori oleh pekerja migran sektor
pendiidkan informal. Hal ini untuk mendukung keamanan dokumen keluarga dari
ancaman rusak atau hilangnya dokumen keluarga.
Dokumen penulis: Triesninda, salah satu anggota tim, menyampaikan materi
Kolaborasi antara Lembaga Pendidikan, dalam hal ini
perguruan tinggi, dan masyarakat juga dapat menciptakan ekosistem yang
mendukung pengembangan literasi administrasi digital. Dengan membangun
kemitraan yang kuat, dapat bersama-sama menyusun program-program inovatif yang
memberikan dampak nyata kepada pekerja migran. Program-program tersebut
diharapkan mampu memberikan akses ke pelatihan dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk meningkatkan literasi administrasi dokumen.
“Tugas utama kita sebagai warga negara
yang baik agar dapat menjalankan dan mendapat kewajiban serta hak, maka
kepedulian terhadap dokumen kependudukan perlu untuk diperhatikan dan
mendapatkan penanganan secara tepat” tandas Triesninda. (tipsnya.com)
Oleh: Meylia Elizabeth Ranu,
Triesninda Pahlevi, Febrika Yogie Hermanto, Jaka Nugraha
Tidak ada komentar untuk "Membangun Literasi Digital bagi Pekerja Sektor Pendidikan Informal di Malaysia"
Posting Komentar